BAYU DAN BASKARA
Namaku Bayu. Aku anak yang hanya dianggap angin lalu oleh keluarga ini. Ya, aku akui aku tidak setampan, dan sepintar Baskara, kembaranku. Hidupku dan kehidupan Baskara sangat bertolak belakang, padahal kita lahir dari rahim seorang ibu yang sama. Kehidupan Baskara sangat membuatku iri. Dia dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang dari ibu dan ayah. Sementara diriku? Diriku dari kecil selalu diasuh oleh Bi Inah, pembantuku.
“Bibi kenapa aku ngga main sama ayah dan ibu?”
“Karna Tuan sama Nyonya sibuk den.”
“Tapi mereka selalu peluk Baskara bi!”
Aku cemburu? Tentu jelas. Kenapa hanya baskara yang selalu Ayah banggakan? Kenapa hanya Baskara yang selalu Ibu panggil sayang dan dielus kepalanya? Kenapa hanya Baskara?
Ibu dan Ayah selalu memenuhi kebutuhan Baskara, sedangkan aku? Aku hanya diberi uang ketika guruku mulai memanggil orang tuaku. Bahkan disaat sepatuku mulai rusak, Bibilah yang membelikan sepatu untukku. Bukan Ayah apalagi Ibu.
Disaat aku mulai masuk SMA, aku lebih memilih kerja separuh waktu di sebuah coffe shop, aku bekerja paruh waktu secara diam-diam. Bahkan setelah mereka tau aku bekerja paruh waktu, mereka mereka biasa saja, tidak ada kekhawatiran akan putranya yang tiap hari bekerja.
Hingga dimalam dihari ulang tahun Bayu dan Baskara, disaat Ayah Ibu dan Baskara pergi.
“Selamat hari ulang tahun den Bayu, semoga aden selalu sehat, jadi anak baik, bisa sayang terus sama bibi, bisa banggain Ayah dan Ibu aden. Aden selalu sempurna sama apa yang aden punya. Bibi sayang sekali sama aden, semoga aden selalu dalam lindungan Tuhan, den..”
Bibi menangis, entah bagaimana bibi menyentuh tepat di atas permukaan dadaku. Bibi merasakan detak jantung Bayu, Bayu ini anak yang luar biasa perjuangan hidupnya. Tuhan beri banyak rintangan, Tuhan beri hidup agar Bayu tau cara bertahan.
Bayu terimakasih untuk tetap baik dan selalu baik.
“Bibi, Bayu itu artinya angin kan? Apa Bayu bakal terus terusan jadi angin di keluarga ini?”
“Aden angin itu berguna, karena kalau ngga ada angin kita bakal terus ngerasain panas. Den Bayu kaya angin, selalu ngebuat orang-orang disekitar aden ngerasa adem.”
Aku memeluk bibi, aku belajar sekarang, bahwa kekurangannya akan berguna bagi orang yang mau menerima.
Dimalam ulang tahun Bayu, dia mengembuskan nafas terakhirnya. Bayu meninggal dalam keadaan tidur, Ibu yang menemukannya. Entah firasat dari mana Ibu datang ke kamar Bayu yang bahkan tidak pernah ia buka atau lihat. Entah Ibu sangat membenci kamar Bayu, kamarnya gelap dan redup. Kasurnya putih tak pernah kotor. Kamar mandinya suram, karena banyaknya kejadian kelam yang menimpa Bayu. Diujung kamar, dekat balkon ada piano lama namun bersih dan terawat. Ia menatap sang anak yang sedang tertidur, ia memperhatikan perut Bayu yang tidak naik turun seperti orang bernafas. Ia tersadar ada yang aneh, ia mengecek pernafasan Bayu dan tidak ada udara yang masuk ataupun keluar.
Sang ibu panik dan berteriak
“Ayah! Ayah!” teriak sang Ibu.
“apa sih, bu?”
“Bayu udah ngga bernafas yah!”
“Kamu kalau ngomong jangan sembarangan!”
“Kalau ngga percaya cek aja sendiri! Aku mau telepon ambulan.”
Namun naasnya nyawa Bayu tidak terselamatkan. Dan Baskara hanya diam, mengamati, ia masih berusaha mencerna bahwa Bayu kakaknya sudah tiada. Bayu memilih ikut, dan menyerah pada semesta. Semesta, tolong sampaikan salam pada Ibu,Ayah,Bibi,dan Baskara bahwa ia berhasil mengalah pada semua hal yang ada di bumi.
2 komentar:
Wah, keren banget ceritanya kak, seperti merasakan sosok bayu yang tidak pernah ada disisi keluarganya benar benar membuat saya bersyukur sekali dengan keluarga saya yang masih sayang kepada syaa
Terima kasih bayu, kamu adalah sosok yang seolah memberi semangat kepada kami semua, Kebumen 3 Februari 2023 :) Di Dalam kamar sendirian 👤😔😢
Posting Komentar