Informasi Jurnalistik Marsa

Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Mei 2023

Kehidupan.

 

Kehidupan.


     Siang hari yang panas, ada seorang lelaki yang menenteng  amplop coklat, untuk mendaftar pekerjaan. Sudah berkali - kali ia mendatangi, dan tes untuk menjadi karyawan, tetapi disemua perusahaan itu juga ia belum diterima. Lelaki itu memutuskan untuk pulang, saat pulang ia disambut oleh sang Ibundanya.

"Gimana nak?, udah ada yang keterima? ". Ibunya bertanya

"Belum bu... Susah banget ya buat nyari kerja, padahal aku sehat jasmani, rohani, Ijazah aku lengkap, bakat aku juga pas sama kriteria mereka" Lelaki itu menghela nafas. Lalu sang ibu beranjak, dan pergi ke dapur.

Tidak lama, sang ibu membawa 5 gelas air yang isinya berbeda. Lalu sang ibu menyuruh anaknya meminum gelas pertama, yang isinya jamu.

"Gimana rasanya?" Tanya sang ibu

"Pahit." Jawab sang anak

"Minumlah gelas kedua" Perintah sang ibu.

"Rasanya Asin." Jawab sang anak

"Coba gelas ke tiga" Ucap sang ibu

"Rasanya asam aku tidak suka" Ujar sang ibu

"Ayo coba gelas ke 4" Perintah sang ibu kepada anaknya

"Manis" Ucap sang anak

"Cobalah gelas terakhir" Perintah ibu lelaki tersebut

"Tidak ada rasanya, kan ini air putih" Jawab sang anak.

"Air yang kau minum itu ibarat kehidupan nak, ada kalanya kehidupan kita pahit, manis, asam, asin, atau hambar. Tugas kita hanya menjalani kehidupan ini. Saat kita berada di fase kehidupan yang pahit, kita harus terus berusaha,bersyukur, dan sabar, dan saat kita berada di fase manisnya kehidupan, kita tidak boleh lupa bahwa kita harus tetap berbagi, semua harta yang kamu punya saat sedang senang, bisa saja hilang dalam kedipan mata. Maka dari itu kamu tidak boleh semena - mena, apalagi lupa bahwa semua ini titipan" Kata sang ibu kepada anaknya.

Selasa, 18 April 2023

Adzan Pertama Roiz.

Adzan Pertama Roiz.

Adzan Pertama Roiz

     Cerita ini adalah cerita yang diangkat berdasarkan kisah nyata yang diambil dari kejadian keajaiban Tuhan yang terjadi didepan mata kami, dimana keajaiban tersebut sangatlah agung sekali dan akan selalu kami kenang peristiwanya.

     Namanya adalah Roiz dia adalah marbot dimushola kami, ia dikenal sebagai sosok yang rajin dan tekun dalam berkerja. Itu dapat dibuktikan dengan hasil kerjanya dalam membersihkan dan mengurus mushola. Namun Roiz memiliki penyakit Afasia Broca, dimana terjadi kerusakan pada otak yang membuat Roiz kesulitan dalam berbicara seolah bisu namun dapat mendengar. Namun hal tersebut tidak membuatnya kesulitan dalam berinteraksi dengan kami semua, karena Roiz merupakan sosok yang sangat ramah, peduli sesama dan gemar membantu orang lain.

     Roiz sendiri adalah sosok inspiratif bagi kami khususnya para remaja mushola. Selain memiliki sikap dan kepribadian yang baik Roiz juga mengajarkan kami, bahwa kita sebagai manusia pasti memiliki kekurangan masing – masing, namun jangan sampai karena kekurangan tersebut kita malah menyalahkan keadaan dan takdir yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Dia tidak pernah berkata seperti itu kepada kami, namun tingkah laku dan sikapnya yang murah senyum dan tak pernah mengeluh membuat kami mendapatkan pelajaran untuk bersyukur kepada Allah Swt karena tidak terkena penyakit seperti yang dialami Roiz.

     Disuatu malam setelah melaksanakan shalat Isya, saya dan anak – anak putri pernah menyaksikan dan mendengarkan Roiz berdoa sendirian dengan sangat khusyuk seolah dirinya dapat melihat Allah Swt, doanya sangat sedih dan menyentuh hati saya. Saya adalah guru SLB jadi saya mengerti apa yang diucapkan Roiz saat berdoa kepada Allah Swt. Dimana ia meminta agar Allah Swt memberinya kekuatan dan keajaiban agar dirinya dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya supaya dapat berbicara sehingga Roiz dapat mengikuti kegiatan mengaji di mushola bersama teman – temannya semua, dapat ikut serta juga dalam membaca Al-Barzanji dan dia meminta agar sebelum ia mati dan kembali kepada Allah dia ingin sekali mengumandang adzan dengan baik dan lancar di mushola ini. Dia berdoa dengan tangannya yang meminta dan mengemis kepada Allah Swt, ditambah isak tangisnya membuat hati kami yang melihat dan mendengarnya menjadi tersentuh sekali dimalam itu. “Semoga Allah Swt mengabulkan doamu yang mulia Roiz, mari anak – anak kita doakan Roiz agar doanya di Ijabah oleh Allah Swt” Ucap ku kepada semua anak – anak yang ikut menyaksikan dan mendengarkan Roiz berdoa dengan sangat sedih dan bercucuran air mata.

     Singkat cerita sehabis shalat Magrib pada hari peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, semua pemuda – pemuda di mushola kami berangkat ke masjid untuk mengikuti kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, hanya Roiz seorang yang di tinggal di mushola untuk membantu kami pada saat melakukan kegiatan tadarus Al-Quran, Roiz membantu kami menyiapkan meja – meja Al-Quran agar kami mudah membacanya, dirinya juga membantu mengatur sound system dan mic agar berfungsi dengan baik.

     Setelah kami telah melaksanakan kegiatan Tadarus Al-Quran, kini tiba waktunya untuk melaksanakan shalat Isya, namun semua pemuda lainnya tidak ada di mushola, hanya Roiz seoranglah pemuda yang berada di Mushola, kami pun menyuruh Roiz untuk mengumandangkan adzan Isya karena mushola – mushola lainnya telah mengumandangkan adzan. Awalnya Roiz menolak karena dirinya sulit berbicara dan bahkan seperti orang bisu, namun untungnya Putri dan Anisa memberikan Roiz pengertian agar dirinya mau mengumandangkan adzan.

Putri   :“Roiz, ayok cepat adzan, mushola lainnya sudah adzan nih”

Roiz   :“Aa-pii, aak-u suss-sah unn-tuu-ukkk ngoo-mmong t-ri” ucap Roiz dengan suara yang lemah lembut dan memelas agar dimaklumi bila menolak.

Anisa : “Tapi kita semua perempuan Roiz, tidak mungkin kita yang mengumandangkan adzan, ayoklah Roiz kamu pasti bisa!” ucap Anisa meyakinkan Roiz agar mau mengumandangkan adzan.

Mendengar pengertian keduanya dan ucapan Anisa yang meyakinkan Roiz, mau tidak mau Roiz pun harus mengumandangkan adzan. Namun sebelum melaksanakan adzan Roiz pun berdoa terlebih dahulu agar lisannya dapat berbicara lancar dan fasih saat mengumandangkan adzan.

     Roiz pun mengumandangkan adzannya dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya keajaiban pada saat mengumandangkan. Allahu Akbar, Allahu Akbar ucap Roiz dengan suara pelan namun lancar, semua orang dimushola takjub dan menyebut asma Allah yang tinggi “Subhanallah!” ketika menyaksikan keajaiban itu terjadi didepan mata mereka semua. Mengalami keajaiban yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya Roiz pun bertambah yakin dan terus mengumandangkan adzan, ia pun berusaha mengeraskan suaranya semaksimal mungkin untuk menyajikan adzan pertama terbaiknya kepada Allah Swt, dan suara adzannya terdengar hingga ke masjid. Pemuda Mushola kami pun ingin mengetahui suara adzan siapa yang indah dan keras hingga terdengar sampai masjid.

     Mereka pun bergegas karena ingin mengetahui suara siapa, mengingat Kyai yang akan mengisi acara Maulid Nabi Muhammad Saw di masjid sedang berada diperjalanan, sehingga mereka memilih kembali ke mushola terlebih dahulu untuk melaksanakan Shalat Isya. Mereka bergegas untuk mengetahui siapa yang mengumandangkan adzan dimushola. Disaat mereka berlari menuju mushola, suara Roiz mulai pelan, hidungnya mengeluarkan darah, namun ia tidak peduli walaupun hidung berdarah, Roiz tetap melanjutkan adzannya.

     Disaat suara Adzan Roiz  melemah dan memelan itu, barulah pemuda – pemuda di mushola kami mengenali suaranya mereka berteriak “Roiz! Itu suara Roiz!” mereka pun menambah kecepatan dan benar saja ternyata itu suara Roiz, mereka memuji Allah akan keajaiban yang dilihatnya “Subhanallah! Allah Maha Besar!” lalu mereka mendekat ke Roiz yang akan mengakhiri adzannya.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar!, Laaa....iillahhaa..” salah satu pemuda bernama Fikri mendekat lalu menepuk bahu Roiz sembari berkata “Roiz kamu kenapa?” namun Roiz tak peduli akan hal tersebut, ia terus melanjutkan adzannya dengan sisa tenaganya. Setelah ia selesai mengumandangkan adzan tubuh Roiz melemah, tubuhnya perlahan turun dan hampir terjatuh, namun beruntung ditangkap oleh Fikri dan pemuda lainnya. Semua terkejut melihat Roiz yang hidungnya berdarah, mereka semua berkata “Roiz.... Bangun Roiz sadar!!” Roiz membuka matanya dan berkata kepada kami “Menurut kalian apakah adzanku diterima oleh Allah?” Kami semua yang mendengar pertanyaan Roiz pun menangis dan menjawab “Iya... Roiz adzanmu diterima Allah” Roiz pun tersenyum kepada kami mendengar jawaban kami, lalu tak lama Roiz pun tertidur untuk selama –lamanya dihadapan kami dengan hidungnya yang berdarah, kami tak kuasa melihat kepergian Roiz dikala itu, mengingat Roiz yang merupakan sosok Inspiratif kami pergi berpulang kepada Allah, tak ada satu pun diantara kami yang tidak menangis terisak – isak  disaat itu, semua menangis karena kehilangan sosok Roiz.

Keheningan Malam.

 Keheningan Malam.

Keheningan Malam.
Ilustrasi Gambar



     Di depan rumah kayu yang kecil itu terlihatlah sosok pemuda yang duduk termenung diteras rumah kayunya bagaikan orang yang terkena hipnotis. Di temani keheningan malam yang sunyi dan mencekam membuatnya semakin larut dan terbawa dalam lamunan dan renungannya, seolah alam memberinya perintah untuk merenungi nasibnya yang malang itu dengan dihadirkannya keheningan malam.

     Sosok pemuda itu terlihat sangat kacau sekali keadaannya mulutnya berbau alkohol, rambutnya serabutan tak jelas, dan yang ia pegang kini ditangannya hanyalah kertas judi yang bahkan tidak dapat ia menangkan. Di rasa yang sudah tak karuan dirasakannya, pemuda itu teringat akan semua harta warisannya yang dulu diberikan oleh kedua orang tuanya, namun kini sudah hilang dan lenyap tak tersisa karena dihabiskan untuk berfoya – foya, bermain judi, dan bahkan untuk menyewa para pelacur.

     Di dalam mengingat harta warisannya yang telah habis dihamburkan itu, dirinya terus memikirkan keadaannya sekarang yang telah hancur dan berantakan bagaikan sebuah buku yang dibakar halamannya hingga menjadi debu dan hilang tak tersisa ditiup sang angin. Dan dirinya pun bertanya pada dirinya sendiri “Mengapa bisa ku habiskan semua tanah dan rumah warisan orang tua demi hal yang bahkan menghancurkan hidupku seperti ulat yang menghancurkan tanaman yang semula indah?” ia bingung menjawab pertanyaan dirinya sendiri untuk dirinya sendiri, dan bahkan kini ia bingung apa harus yang ia lakukan untuk bangkit dari keterpurukan hidupnya itu yang kelam.

     Dirinya hanya dapat menyesali semua kesalahan yang dilakukannnya sewaktu bergelimang harta, ditengah menyesali semua penyesalan atas semua kesalahan yang di masa lampaunya, ia kembali termenung lagi, namun kali ini dia termenung mengingat ucapan orang – orang yang ia sayangi sebelum hidupnya berantakan. Ia memulainya dari mengingat temannya namun tak kata – kata seorang teman pun yang dapat membuat hatinya lebih tenang, karena ia dahulu berteman dilingkungan pertemuan yang gemar bersenang – senang, menghamburkan harta warisan dan hanya bermabukan- mabukan sehingga yang ia ingat saat mengingat temannya dahulu hanyalah kalimat “Mabuk yuk kan kita masih muda, masa muda harus dinikmati jika bukan sekarang kapan lagi?” sembari mengingat raut wajah temannya yang tersenyum lebar sambil memegangi minuman haram yang disodorkan kehadapannya.

     Dan ia dapat menghamburkan harta warisannya karena tak pernah mendengar pesan kedua orang tuanya semasa hidup, semua ucapan nasihat dan petuah yang melimpah diucapkan keduanya dianggap bagaikan angin lalu olehnya.

     Namun kedua orang tuanya kini telah berpulang disisi Allah Swt dan kini keduanya terkubur dibawah tanah dan menjadi santapan bagi cacing tanah yang haus akan makanan, sadar bahwa dirinya kehilangan keduanya yang begitu berharga didalam hidupnya ia mengingat kata – kata terakhir yang diucapakan oleh kedua orang tuanya sebelum ajal menjemput keduanya dimana sang ayah ketika dalam kritis ia berpesan “Semua yang ayah dan ibu miliki di dunia ini sifatnya sementara nak... maka gunakanlah dengan bijak jangan sampai kamu hamburkan untuk hal yang buruk ya nak” dan sang ibu berkata “Sudahlah mas nanti juga jika anak kita dewasa, pasti akan mengerti” Ucap sang ayah dan ibu pemuda itu yang kondisinya amat kritis di rumah sakit karena mengalami kecelakaan maut yang membuat keduanya harus dilarikan dirumah sakit.

     Mengingat kata – kata keduanya dan kejadian pilu diwaktu itu, pemuda ini pun berharap waktu dapat diputar mundur kembali berharap ayah dan ibunya masih ada disisinya untuk menemaninya dikeheningan malam yang sunyi ini. Di penyesalannya yang sudah memuncak itu pemuda itu pun sadar bahwa tak ada seorang manusia satu pun yang mencintainya didunia ini melebihi kedua orang tuanya.

     Dirinya pun belajar bahwa kesenangan yang didapatkannya dengan cara melakukan maksiat tak akan ada satu pun yang akan membawanya menuju kebahagiaan yang sejati, yang ia dapatkan dari kesenangan maksiat itu sejatinya hanyalah kehancuran dan kebinasaan yang membuat hidupnya berantakan. Agar tak terus berada keterpurukan hidupnya itu, pemuda tersebut pun merobek – robek kertas judinya dan bergegas menuju masjid untuk membasuh mulutnya yang berbau alkohol dengan wudhu, pemuda yang selesai wudhu itu pun segera memasuki masjid dan melaksanakan shalat tahajud, didalam melaksanakan shalat tahajud itu ia mengingat semua dosa – dosa yang ia lakukan selama ini, dan dirinya bahkan merasa hina karena dosa – dosanya setelah melaksanakan shalat tahajud itu pemuda ini beristigfar kepada Allah Swt untuk meminta ampun atas kesalahan yang diperbuatnya, serta tak lupa meminta agar kedua orang tuanya ditempatkan ditempat terbaik disisi-Nya.

     Dikeheningan malam itu pemuda tersebut diberikan hidayah berupa penyesalan dihatinya yang menyesali hidupnya karena pernah melakukan maksiat di masa lampau, sehingga dirinya merasa hina dan melaksankan shalat dan beristigfar kepada Allah Swt sehingga pemuda tersebut sadar dan diberi petunjuk oleh Allah Swt, dimana disaat ia selesai ibadah di masjid terlihat pengurus masjid yang meminta untuk pemuda ini menjadi marbot, dan pemuda ini pun menjadi marbot di masjid tersebut karena ingin dekat kepada Allah Swt yang senantiasa membuat hatinya damai dan tenang.



 



Senin, 14 November 2022

BAYU DAN BASKARA

 BAYU DAN BASKARA

BAYU DAN BASKARA



Namaku Bayu. Aku anak yang hanya dianggap angin lalu oleh keluarga ini. Ya, aku akui aku tidak setampan, dan sepintar Baskara, kembaranku. Hidupku dan kehidupan Baskara sangat bertolak belakang, padahal kita lahir dari rahim seorang ibu yang sama. Kehidupan Baskara sangat membuatku iri. Dia dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang dari ibu dan ayah. Sementara diriku? Diriku dari kecil selalu diasuh oleh Bi Inah, pembantuku.

“Bibi kenapa aku ngga main sama ayah dan ibu?”

“Karna Tuan sama Nyonya sibuk den.”

“Tapi mereka selalu peluk Baskara bi!”

Aku cemburu? Tentu jelas. Kenapa hanya baskara yang selalu Ayah banggakan? Kenapa hanya Baskara yang selalu Ibu panggil sayang dan dielus kepalanya? Kenapa hanya Baskara?

Ibu dan Ayah selalu memenuhi kebutuhan Baskara, sedangkan aku? Aku hanya diberi uang ketika guruku mulai memanggil orang tuaku. Bahkan disaat sepatuku mulai rusak, Bibilah yang membelikan sepatu untukku. Bukan Ayah apalagi Ibu.

Disaat aku mulai masuk SMA, aku lebih memilih kerja separuh waktu di sebuah coffe shop, aku bekerja paruh waktu secara diam-diam. Bahkan setelah mereka tau aku bekerja paruh waktu, mereka mereka biasa saja, tidak ada kekhawatiran akan putranya yang tiap hari bekerja.

Hingga dimalam dihari ulang tahun Bayu dan Baskara, disaat Ayah Ibu dan Baskara pergi.


“Selamat hari ulang tahun den Bayu, semoga aden selalu sehat, jadi anak baik, bisa sayang terus sama bibi, bisa banggain Ayah dan Ibu aden. Aden selalu sempurna sama apa yang aden punya. Bibi sayang sekali sama aden, semoga aden selalu dalam lindungan Tuhan, den..”

Bibi menangis, entah bagaimana bibi menyentuh tepat di atas permukaan dadaku. Bibi merasakan detak jantung Bayu,  Bayu ini anak yang luar biasa perjuangan hidupnya. Tuhan beri banyak rintangan, Tuhan beri hidup agar Bayu tau cara bertahan.

Bayu terimakasih untuk tetap baik dan selalu baik.

“Bibi, Bayu itu artinya angin kan? Apa Bayu bakal terus terusan jadi angin di keluarga ini?”

“Aden angin itu berguna, karena kalau ngga ada angin kita bakal terus ngerasain panas. Den Bayu kaya angin, selalu ngebuat orang-orang disekitar aden ngerasa adem.”

Aku memeluk bibi, aku belajar sekarang, bahwa kekurangannya akan berguna bagi orang yang mau menerima.

Dimalam ulang tahun Bayu, dia mengembuskan nafas terakhirnya. Bayu meninggal dalam keadaan tidur, Ibu yang menemukannya. Entah firasat dari mana Ibu datang ke kamar Bayu yang bahkan tidak pernah ia buka atau lihat. Entah Ibu sangat membenci kamar Bayu, kamarnya gelap dan redup. Kasurnya putih tak pernah kotor. Kamar mandinya suram, karena banyaknya kejadian kelam yang menimpa Bayu. Diujung kamar, dekat balkon ada piano lama namun bersih dan terawat. Ia menatap sang anak yang sedang tertidur, ia memperhatikan perut Bayu yang tidak naik turun seperti orang bernafas. Ia tersadar ada yang aneh, ia mengecek pernafasan Bayu dan tidak ada udara yang masuk ataupun keluar. 

Sang ibu panik dan berteriak 

“Ayah! Ayah!” teriak sang Ibu.

“apa sih, bu?”

“Bayu udah ngga bernafas yah!”

“Kamu kalau ngomong jangan sembarangan!”

“Kalau ngga percaya cek aja sendiri! Aku mau telepon ambulan.”

Namun naasnya nyawa Bayu tidak terselamatkan. Dan Baskara hanya diam, mengamati, ia masih berusaha mencerna bahwa Bayu kakaknya sudah tiada. Bayu memilih ikut, dan menyerah pada semesta. Semesta, tolong sampaikan salam pada Ibu,Ayah,Bibi,dan Baskara bahwa ia berhasil mengalah pada semua hal yang ada di bumi.




Rabu, 09 November 2022

Cerpen “Pengemis Tua dan Derasnya Air Hujan”

 Cerpen “Pengemis Tua dan Derasnya Air Hujan”

Cerpen “Pengemis Tua dan Derasnya Air Hujan”


            Cerpen Pengemis Tua dan Derasnya Air Hujan, Di sebuah perempatan kota yang amat ramai, Kendaraan – kendaraan banyak berlalu lalang tak terhitung jumlahnya. Terlihatlah seorang pengemis tua renta berdiri didepan lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah, ia berdiri dengan pakainya yang robek robek, dan kotor penuh dengan noda.

        Ia berdiri di tengah jalan mengetuk – ngetuk kaca jendela mobil pengendara yang sedang berhenti pada saat lampu merah hingga ke pengendara sepeda motor “Pak sedekahnya pak…. Kasihanilah saya” ucapnya dengan suara rintih sambil menyedorkan kedua tangannya dengan raut wajah memelas dan penuh harapan.

        Ia terus meminta – minta kepada pengendara yang berhenti, namun tidak ada yang memberikan uang sedikit pun kepada pengemis tua renta tersebut, yang iya dapati hanyalah suara knalpot yang berkukus melewatinya, karena lampu merah telah menjadi lampu berwarna hijau.

Dia terdiam di tengah jalan disaat kendaraan – kendaraan melewatinya, terlihat air matanya keluar dari matanya, ia usap air matanya tiap kali keluar dengan bajunya yang robek robek penuh dengan noda kotoran noda. Ia terus menunggu di tengah jalan dengan penuh harapan ada orang dermawan yang mau memberikannya uang untuk membeli makanan.

Tidak berlangsung lama pada saat itu seketika turunlah rintikan – rintikan air dari langit secara perlahan, Pengemis tua renta tersebut tetap menunggu ditengah jalan sampai lampu berwarna merah sehingga terdapat kendaraan – kendaraan yang berhenti agar dapat ia mintai sedikit rejekinya untuk membeli makanan walau hanya seribu rupiah saja, rintikan air dari langit yang semula gerimis itupun tiba tiba mulai menderas turunnya dan menjadi hujan yang deras sekali, namun pengemis tua tersebut tetap berada di tengah jalanan untuk menunggu pengendaraan yang berhenti supaya dapat diminta – mintai satu persatu.

Disaat yang bersamaan dari arah yang berlawanan terlihat para pengendara yang melaju karena dari kejauhan sudah terlihat bahwa lampu hijau akan berganti menjadi lampu merah dalam waktu 7 detik sesuai yang ditampilkan tulisan angka yang ada di papan rambu lalu lintas.

     Namun semua pengendara terlambat, sehingga perlu menunggu 60 detik kembali sampai rambu lalu lintas kembali berwarna hijau.
Pengemis tua yang diguyur hujan deras itu pun mulai agak kembali bersemangat dengan raut wajah penuh harapan dan raut wajah memelasnya mulai menyedongkan kembali kedua tangannya di kaca jendela mobil yang terbuka.

“Pak sedekahnya pak seribu saja tidak apa – apa, kasihani saya pak”  namun dengan ekpresi dan mimik wajah yang tidak bersahabat, pengemudi mobil tersebut malah acuh tak acuh dan menutup jendela mobilnya rapat – rapat agar tidak dimasuki kedua tangan pengemis tua tersebut. 

Pengemis tua tersebut paham, dan mulai menyadari mungkin dirinya hanyalah seorang beban  bagi masyarakat apalagi pengendara – pengendara yang ia minta – mintai, namun ia terus mencoba menghampiri pengendara – pengendara lainnya, namun hasilnya tetaplah nihil, tak berlangsung lama tiba – tiba terdapat seorang pengendara motor yang sedang menyalip mobil – mobil didepannya agar ia berada dibagian paling depan dari antrean para pengendara yang menunggu lampu berubah menjadi warna hijau.


Ketika pengendara tersebut hampir berada dibarisan paling depan, ia melihat pengemis tua renta yang sedang menangis di tengah jalan dengan raut wajah yang penuh kesedihan sambil mengusap – usap wajahnya yang penuh air mata.

Pengendaraan tersebut pun mendekati pengemis tua tersebut “Kakek mengapa menangis?” ucapnya dengan rasa peduli dan suara yang lemah lembut.Pengemis tua tersebut pun menjawab dengan nada yang amat memelas “Saya lapar dek, namun tidak memiliki uang untuk membeli makanan” ujarnya sambil mengelap air mata yang ada di wajahnya. Pengendara tersebut pun memakaikan si pengemis tua mantel hujannya agar tidak kehujanan, dan ia pun mengambil sesuatu dari tasnya. 

“Ini kek untuk kakek, tapi……. Maaf kek saya tidak punya uang” ucapnya sampil memberikan wadah bekalnya yang penuh isinya kepada pengemis tua tersebut. 

Pengemis tua tersebut pun berterima kasih dan mengambil bekal makanan tersebut, “Terimakasih dek, semoga adek panjang umur, rejekinya lancer, bisa mencapai cita cita yang diinginkan,
Belum selesai pengemis tua tersebut berdoa pengendara tersebut meninggalkannya karena lampu lalu lintas telah berwarna hijau, namun sebelum ia meninggalkan pengemis tua tersebut, ia sempat berkata “ Doakan saja aku masuk Syurga dan diampuni oleh Allah Swt.”


Postingan artikel kami lainnnya yang mungkin anda sukai

Cerpen "Memungut Rintik Hujan"

  Cerpen "Memungut Rintik Hujan"      AKU KIRA, KEKACAUAN MEMANG TAK MESTI DIMULAI DARI SESUATU YANG BESAR DAN MENGERIKAN. SEBAB S...

Popular Posts